Senin, 05 Agustus 2013

200ribu pertamaku


          “Memiliki uang sendiri, kalian bisa bayangin nggak sih? Ketika kita bisa membayar sekolah sendiri,? jajan dengan uang hasil keringat sendiri?, pasti asik, dan pasti bangga, setidaknya itulah yang kurasakan waktu itu, saat kondisi ekonomi keluargaku sedang minus-minusnya, dan aku harus di titip rawatkan pada pamanku karena ibuku tidak punya biaya untuk semua keperluan sekolahku, makan kami bertiga, belum lagi kakak.ku yang belum selesai kuliahnya. Ketika ayah pergi menghadap ilahi, inilah proses dimana metamorfosaku dimulai.”


          Kembali di tahun 2006 saat ayahku pergi, waktu itu aku masih berumur 11 tahun, 3 bulan lagi aku masuk smp, mungkin akan sangat membantu kalau ayah punya ansuransi yang bisa di klaimkan, atau tabungan yang bisa di ambil atau pensiunan juga tidak apa, namun, ayahku hanyalah guru les bahasa inggris privat, yang mengajar dari rumah ke rumah, yaa, meski murid ayahku dari kalangan konglongmerat semua, tapi itu hanya asik saat ayahku masih sanggup mengajar, kalau ayah masih sanggup mengajar, hidupku nyaman banget, mau minta apa? Pasti dibelikan,  namun  ketika ayah jatuh sakit, uangnya habis untuk rumah sakit, saat ayahku pergi, masih banyak cicilan yang belum terlunasi

        Hmm mungkin karena ayahku terkenal baik dikalangan rekan-rekannya, orang tua muridnya dan warga desa bagusari, jadi banyak  yang melayat ke rumah membawa beras dan gula, sampai-sampai kamar belakang di rumahku isinya penuh dengan kantongan-kaantongan plastik berisi gula dan beras.
     Tangisan kami jatuh mengalir tak tertahankan, kami sangat kehilangan waktu itu, setelah sebulan kepergian ayah,ibuk tidak punya sumber penghasilan lain, akhirnya ibuku menjual semua beras dan gula itu untuk membuka toko kecil2lan, dan membelikanku sepeda everbest seharga 500,000-an untuk nanti aku pakai sebagai kendaraan kalau berangkat sekolah,
         Masih ada sisa uang, kami masih berada di level aman, setelah 2 bulan berlalu, anggrek terindahpun tidak akan lama mempertahankan bunganya, kamipun begitu, uang sudah habis, toko ibu nggak berjalan atau bisa dikatakan tidak mendatangkan untung sama sekali.
Stress? Sudah pasti, bahkan saat itu, aku tidak tahu seberapa besar stress yang di tanggung ibuku, mengingat aku masih baru lulus SD, mbakku kuliah juga belum selesai. hingga suatu saat, kami di ajak ke kota naik sepeda motor dan ibu yang menyetir, ibuku menyetir lebih kencang dari pada biasanya, dengan raut muka yang sangat jelas mengerutkan beban penderitaan di jiwa, dengan tatapan kosong , ibuku menyetir agak ke tengah, bahkan hampir melawan arus berlawanan, masih bertatapan kosong ibuku menyetir lurus dengan di kejauhan aku melihat ada truck besar melaju tepat di depan kami, ibuku masih bertatapan kosong, dan masih melaju lurus, seakan ingin mengadu kekuatan dengan truck itu, “ buk, awas truck buk....” aku berteriak mengingatkan ibu, tapi tidak di hiraukan, tatapan matanya masih kosong, “ buk, ada truck, ayo menghindar,” masih tidak di hiraukannya, baru setelah aku berteriak untuk ketigakalinya ibuku banting setir, dan kulihat kenek truck itu melototin kami, dengan muka yang seakan mengatakan “mau mati yah??”
       Ibuku masih tidak berbicara sepatah katapun,  setelah kejadian itu aku sering melihat ibuku, menangis sendiri di kamarnya,
       *Dewasa ini, ibuku baru bilang padaku, kalau waktu itu dia seperti tak kuat menghadapi semua ini, dan ingin mengakhiri hidupnya menabrakan diri ke truck.*
       Dan setelah itu ibuku bekerja keras untuk menghidupi kami, dia pernah jualan kerupuk, pernah mbuka warung pecel, pernah bekerja jadi pembantu, pernah kerja jualan nasi di surabaya, semua demi makan ku dan mbakku, bagiku dialah manusia yang paling kuat bagiku, dialah pahlawanku, dialah yang 3x paling kusayangi bahkan dari ayah kandungku, ibuku tidak pernah menyerah, meski usahanya jualan kerupuk, mbuka warung pecel, itu semua gagal, namun, ibuku tidak pernah menunjukan wajah depresi di depanku, bahkan dalam kesederhanaan itu ibuku masih bisa selalu membuatku tertawa lepas, kayak waktu itu, dalam suasana makan malam, dengan beras yang pas-pasan,  (bersambung.....)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

abis baca, komen yeee